Lahat – ( AmperaNews.com) – Jembatan Muara Lawai yang ambruk pekan lalu bukan sekadar bencana infrastruktur biasa. Di balik puing-puing beton yang berserakan, tersembunyi kisah tentang keserakahan, pembangkangan hukum, dan pengabaian terhadap nyawa warga. Forum Masyarakat Peduli Lahat (FMPL) baru saja membuka kotak Pandora ini dengan melaporkan Gubernur Sumsel dan Kadishub ke Mabes Polri, membawa bukti-bukti yang mengarah pada skandal mafia batu bara terstruktur.
Dokumen Bocor yang Menggemparkan
Sejumlah dokumen internal yang bocor ke publik—dan diverifikasi tim investigasi kami—memperlihatkan bagaimana Dinas Perhubungan Sumsel secara sistematis mengabaikan Pergub No. 74/2018. Aturan yang seharusnya melarang angkutan batu bara melalui jalan umum justru dimentahkan oleh “surat toleransi” ilegal. Salah satunya, Surat No. 1205/DISHUB/VI/2024, yang mengizinkan PT Batu Bara Sejahtera tetap melintas meski Pergub sudah berlaku.
“Ini bukan sekadar pelanggaran, ini pengkhianatan terhadap hukum dan rakyat,” tegas Aprizal Muslim, Ketua FMPL, dalam konferensi persnya.
Hierarki Hukum yang Dihancurkan demi Rupiah
Pertanyaannya: Mengapa Dishub Sumsel nekad melanggar Pergub sendiri?
Analisis tim ahli FMPL menunjukkan:
-
Truk overload (3x kapasitas jembatan) tetap dibiarkan melintas.
-
Kerusakan infrastruktur mencapai Rp 2,3 triliun dalam 3 tahun—uang yang seharusnya bisa digunakan untuk sekolah atau rumah sakit.
-
Tidak ada tindakan tegas meski keluhan warga berulang kali disampaikan.
“Ini pola mafia klasik: aturan dibengkokkan, uang berbicara, rakyat menderita,” kata Saryono Anwar, koordinator aksi FMPL.
Bupati yang “Dibungkam” dan Rakyat yang Dipersilakan Mati
Yang lebih miris: Bupati Lahat disebut telah berulang kali memprotes kebijakan ini di internal pemprov, tapi suaranya dianggap angin lalu.
“Kami di daerah tidak punya kewenangan mengatur jalan provinsi. Tapi ketika kami ajukan pembangunan jalur khusus batu bara, ditolak dengan alasan anggaran,” ujar seorang sumber dekat Bupati yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, warga Lahat harus menanggung risiko setiap hari: jalan hancur, kecelakaan mengintai, dan kini—sebuah jembatan vital ambruk, memutus akses ekonomi ribuan orang.
Akan Dibawa ke Mana Kasus Ini?
FMPL tidak main-main. Mereka sudah menyiapkan class action dan mengancam akan membuka nama-nama perusahaan serta oknum yang terlibat jika proses hukum tidak berjalan transparan.
Tapi, dalam negeri di mana mafia tambang seringkali lebih kuat dari hukum, apakah upaya FMPL akan berujung pada keadilan? Atau justru diam-diam dipeti-es-kan seperti banyak kasus serupa sebelumnya?
Satu hal yang pasti: Jembatan Muara Lawai mungkin sudah ambruk, tapi perlawanan rakyat Lahat baru saja dimulai.