Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Uncategorized

Wamenkum: Penyusunan Aturan Hukum Harus Perhatikan Kekuatan Mutlak

4
×

Wamenkum: Penyusunan Aturan Hukum Harus Perhatikan Kekuatan Mutlak

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Jakarta – (AmperaNews.com) – Wakil Menteri Hukum (Wamenkum) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan penyusunan aturan hukum, baik undang-undang (UU) hingga peraturan pelaksana, harus memperhatikan kekuatan mutlak berdasarkan keberlakuan suatu UU dalam arti materiil.

Pasalnya, kata dia, apabila kekuatan mutlak tersebut dipenuhi, maka pihak yang diatur bisa menaati aturan dengan senang hati dan berbagai prinsip dalam penyusunan peraturan yang baik tidak terlewatkan.

Example 300x600

“Keberlakuan suatu UU dalam arti materiil, harus memiliki tiga kekuatan mutlak, yakni kekuatan filosofis, kekuatan yuridis, serta kekuatan sosiologis,” ungkap Eddy, sapaan karib Wamenkum dalam acara seminar nasional di Jakarta, Selasa.

Dalam kekuatan filosofis, ia menyebutkan biasanya filosofi sebuah aturan bisa dilihat dalam pertimbangan pembuatan. Meski terkadang tidak penting, konsiderans merupakan landasan filosofis dalam sebuah aturan.

Kemudian dalam kekuatan yuridis, sambung dia, dilihat dari dua sisi, yakni substansi dan formal. Keduanya bisa diajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) apabila terdapat ketidaksetujuan.

Lalu pada kekuatan sosiologis, Wamenkum menjelaskan aturan harus memiliki kekuatan untuk diterima oleh masyarakat luas.

“Itu sebabnya ada putusan MK mengenai meaningful participation, yakni bahwa ada hak dari masyarakat, negara, hingga stakeholder untuk didengarkan, dipertimbangkan, dan dijelaskan,” ucap dia.

Maka dari itu dia pun mencontohkan dalam pembentukan UU, terdapat Panitia Antar-Kementerian (PAK) yang bertujuan agar suatu aturan tidak saling beririsan dan menabrak aturan yang lain.

Dikatakan bahwa hal tersebut pun tidak hanya berlaku pada level UU, bahkan pada peraturan pemerintah (PP), peraturan menteri (Permen), hingga pelaksanaannya.

Dengan demikian, menurut dia, biasanya dalam setiap pembentukan suatu peraturan perundang-undangan, baik UU, PP, serta Permen selalu diberikan jangka waktu selama dua tahun untuk menampung partisipasi dari publik.

“Ini bukan waktu yang singkat ya, tapi ini sangat penting,” ujar Eddy.

Eddy berharap semua pembuat peraturan perundang-undangan mematuhi kekuatan mutlak tersebut guna menjaga harmonisasi peraturan.

“Karena jika tidak, nanti capek juga pasti Kementerian Hukum yang diminta untuk menghadapi uji materiil maupun formil aturan tersebut,” tutur Eddy sambil tersenyum.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *