Kathmandu, Nepal – ( AmperaNews.com ) – Nepal saat ini tengah menghadapi krisis politik dan sosial terbesar dalam dua dekade terakhir. Protes besar-besaran yang dimulai pada 8 September 2025 dipicu oleh kebijakan pemerintah yang melarang sejumlah platform media sosial populer, termasuk Facebook, YouTube, dan X (sebelumnya Twitter).
Meskipun larangan tersebut telah dicabut, ketidakpuasan publik terhadap dugaan korupsi dan ketimpangan sosial tetap tinggi, memicu gelombang protes yang semakin meluas. Demonstrasi yang awalnya berlangsung damai kini berubah menjadi aksi yang lebih intens, terutama di kalangan generasi muda.
Para aparat keamanan, termasuk polisi, menghadapi tekanan besar. Beberapa insiden dilaporkan di mana polisi di beberapa daerah menyerah atau tidak mampu mengendalikan massa demonstran. Meskipun begitu, bentrokan tetap terjadi, menimbulkan kerusuhan dan kekhawatiran atas keamanan publik.
Situasi ini memaksa pemerintah untuk mengambil langkah-langkah darurat. Militer dikerahkan untuk memulihkan ketertiban di ibu kota, Kathmandu, termasuk melakukan patroli di jalan-jalan utama dan memberlakukan jam malam. Pemerintah juga menangkap sejumlah individu yang dianggap berusaha memprovokasi kerusuhan lebih lanjut.
Para pengamat menilai protes ini menunjukkan ketidakpuasan mendalam masyarakat terhadap pemerintah dan menyoroti tantangan besar bagi Nepal dalam menjaga stabilitas politik dan sosial di tengah dinamika modernisasi dan digitalisasi.