Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Uncategorized

Misteri di Balik Gedung Wali Kota Palembang: Kisah Noni Belanda yang Tak Pernah Hilang

2
×

Misteri di Balik Gedung Wali Kota Palembang: Kisah Noni Belanda yang Tak Pernah Hilang

Share this article
Example 468x60

Palembang – (AmperaNews.com) – Di tengah gemerlap modernisasi Kota Palembang, berdiri megah sebuah bangunan tua berarsitektur kolonial di Jalan Merdeka yakni Gedung Walikota Palembang, atau yang akrab disebut Gedung Ledeng.

Lebih dari sekadar pusat administrasi pemerintahan, gedung ini menyimpan kisah baik sejarah maupun misteri yang terus hidup dalam ingatan kolektif warga.

Example 300x600

Konon, di balik dinding-dinding tebal gedung peninggalan zaman Belanda itu, ada kisah tak terlihat yang bergema dari masa lalu, tentang seorang Noni Belanda yang tak pernah benar-benar pergi.

“Ada cerita yang berkembang dari masa ke masa, tentang wali kota baik di zaman kolonial maupun era kemerdekaan yang merasa tidak nyaman saat berkantor di sini. Mulai dari suara langkah kaki tanpa wujud, benda-benda yang berpindah sendiri, hingga perasaan selalu diawasi,” ungkap sejarawan Sumatera Selatan dari Universitas Sriwijaya, Dedi Irwanto, Senin kemarin (30/6/2025).

Menurut cerita yang beredar, sang noni meninggal secara tragis saat pendudukan Jepang. Ia menjadi korban kekejaman tentara pendudukan, meninggalkan jejak duka yang konon membekas kuat hingga kini.

Meski demikian, Dedi Irwanto melihatnya bukan semata soal mistis. Ini lebih sebagai cerminan keresahan sosial dan suasana psikologis gedung tua yang mungkin juga bentuk cerita rakyat yang mewarnai relasi dengan sejarah.

Dibalik aura elegannya, pembangunan gedung ini ternyata juga menyimpan kisah kontroversial. Walikota kolonial Palembang, P.E.E.J. le Cocq d’Armandville, memaksakan percepatan pembangunan dengan cara memotong gaji pegawai negeri.

“Kebijakan itu memicu kemarahan dan berujung pada pemecatan sang walikota,” ujar Irwanto.

Proyek kemudian diambil alih oleh pusat, namun dananya ironisnya tetap berasal dari kas lokal menandai betapa makmurnya Palembang saat itu. “Pendapatan asli daerah (PAD) Palembang sangat kuat di masa itu,” jelas Irwanto.

Sistem pajaknya menyentuh hampir semua aspek kehidupan: dari memelihara hewan, membawa pembantu dari uluan, hingga melahirkan. “Luar biasa komprehensif,” tambahnya.

Dari pajak-pajak ini, kota membiayai berbagai proyek modern, seperti pembangunan dan perluasan Pasar 16 Ilir yang terus diperbarui pada 1912, 1922, dan 1932. Modernisasi pun merambah infrastruktur: jembatan, pasar, hingga gedung-gedung administrasi.

Gedung Walikota Palembang adalah pionir dalam hal teknologi konstruksi. “Ini gedung pertama di kota ini yang dibangun menggunakan beton bertulang,” tegas Irwanto.

Pembangunannya melibatkan perusahaan semen legendaris N.V. Portland Cement Maatschappij (cikal bakal Semen Padang) dan baja impor dari Amerika Serikat.

Bahkan, menurut Irwanto, teknik yang digunakan di Palembang saat itu lebih canggih dari beberapa bangunan kolonial besar di Batavia.

“Kalau bangunan zaman sekarang dibuat dengan ketelitian seperti zaman Belanda, mungkin tidak akan mudah rusak,” ujarnya.

Di balik urusan gedung dan kekuasaan, ada narasi lain yang jarang terungkap perempuan Palembang di era kolonial. “Mereka sebenarnya cukup terdidik,” kata Irwanto.

Banyak yang mengenyam pendidikan tinggi. Namun ruang gerak mereka terbatas. “Setelah menikah, peran mereka kembali ke ranah domestik. Hampir tidak ada yang benar-benar melompat menjadi pemimpin,” ujarnya.

Hal ini, menurutnya menjadi cerminan struktur sosial patriarkis yang membatasi perempuan, meski mereka telah memiliki modal pendidikan yang memadai.

Gedung Walikota Palembang bukan sekadar saksi bisu birokrasi. Ia adalah pertemuan antara arsitektur, memori, dan bayangan masa lalu.

Dari modernisasi kolonial, pajak yang menembus urat kehidupan rakyat, hingga kisah perempuan dan jejak arwah yang tak tenang.

“Cerita tentang noni Belanda itu mungkin hanya urban legend. Tapi legenda juga punya tempat dalam sejarah,” pungkasnya.

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *