Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Uncategorized

Mimpi Besar Prabowo Dihadang Realita: Sri Mulyani Bicara Apa Adanya

4
×

Mimpi Besar Prabowo Dihadang Realita: Sri Mulyani Bicara Apa Adanya

Share this article
Example 468x60

Cirebon – (AmperaNews.com) – Sejak awal, saya termasuk pihak yang menaruh skeptisisme terhadap target ambisius pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dijanjikan oleh Presiden terpilih dalam Pilpres 2024. Kritik saya saat itu ditanggapi sinis oleh sebagian publik—bahkan berujung pada serangan personal, seolah kritik terhadap kebijakan adalah bentuk kebencian terhadap sosok  (2 Juli 2025 ).

Tak sedikit yang menuding penolakan saya terhadap target tersebut sebagai residu dari Pilpres, mengaitkannya dengan posisi saya sebagai mantan Ketua Relawan Ganjar Pranowo. Padahal, keberatan saya semata-mata dilandasi oleh kalkulasi rasional dan realitas makroekonomi, bukan urusan personal atau emosional.

Example 300x600

Kini, koreksi atas ambisi tersebut justru datang dari dalam kabinet pemerintahan sendiri—yakni melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pernyataannya yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi 4,7 hingga 5,0 persen untuk tahun 2025 menjadi penegasan bahwa target 8 persen bukan hanya sulit diwujudkan, tetapi juga tidak realistis dalam konteks saat ini.

Presiden Prabowo Subianto sejak awal masa jabatannya menunjukkan optimisme tinggi. Dalam berbagai pidato publik, ia menyatakan keyakinannya bahwa Indonesia mampu

mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen, bahkan lebih. Target ini juga dibarengi dengan komitmen menuju tingkat kemiskinan 0 persen pada 2045.

Namun, keyakinan tersebut kini berhadapan dengan realitas. Dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR pada 1 Juli 2025, Sri Mulyani menyampaikan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 direvisi ke angka 4,7–5,0 persen. Penyesuaian tersebut didasarkan pada proyeksi lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF), yang juga menurunkan estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen.

Revisi ini menjadi tamparan pertama dari dalam pemerintahan sendiri atas ekspektasi yang sejak awal memang terlalu ambisius.

Antara Retorika Politik dan Kenyataan Fiskal

Selama kampanye, pasangan Prabowo-Gibran menjadikan target pertumbuhan ekonomi tinggi sebagai salah satu komoditas politik. Janji tersebut dikemas sebagai simbol keberanian dan lompatan besar ekonomi. Namun, dalam praktiknya, kebijakan ekonomi tidak bisa dibangun hanya di atas optimisme dan retorika.

Pertumbuhan ekonomi nasional tidak bisa dipaksa naik secara instan. Untuk mencapai pertumbuhan sebesar 5,9 persen saja, menurut Sri Mulyani, Indonesia membutuhkan tambahan investasi baru minimal sebesar Rp7.500 triliun pada tahun 2026. Artinya, untuk mendorong pertumbuhan lebih tinggi—apalagi 8

persen—dibutuhkan strategi yang matang, realistik, dan waktu yang cukup panjang.

Sri Mulyani juga menekankan pentingnya menjaga pertumbuhan investasi secara konsisten. Tanpa investasi signifikan dan stabilitas makroekonomi yang terjaga, pencapaian target tersebut hanya akan menjadi narasi politik belaka.

Sebagai Menteri Keuangan yang telah melayani berbagai pemerintahan sejak era Presiden SBY, Sri Mulyani memegang kredibilitas tinggi dalam menjaga arah kebijakan fiskal negara. Dalam situasi saat ini, keberaniannya menyampaikan koreksi atas target presiden justru menunjukkan integritasnya sebagai teknokrat.

Koreksi yang disampaikan bukan bentuk pembangkangan, melainkan bentuk tanggung jawab untuk menjaga kredibilitas fiskal negara dan kepercayaan lembaga donor internasional. Jika tidak dikoreksi sejak dini, ambisi tanpa perhitungan bisa menjadi bumerang yang menggerus stabilitas ekonomi.

Saatnya Presiden Merevisi Narasi

Dengan adanya koreksi terbuka ini, Presiden Prabowo seyogianya bersikap terbuka untuk melakukan penyesuaian atas visi dan program kerja ekonomi yang telah dijanjikan sebelumnya. Masyarakat tidak memerlukan ambisi kosong, melainkan kepastian dan kejujuran dalam menghadapi tantangan ekonomi ke depan.

Mungkin inilah saatnya Presiden menyampaikan klarifikasi kepada publik terkait revisi target ekonomi, sekaligus menegaskan komitmen terhadap program-program yang lebih realistis dan terukur. Penyesuaian kebijakan bukanlah kegagalan, tetapi justru menunjukkan kedewasaan dalam memimpin.

Akhirnya, kita harus mengapresiasi keberanian Sri Mulyani dalam menyampaikan kebenaran. Dalam dunia politik, kejujuran yang disampaikan oleh seorang teknokrat seperti Sri Mulyani bisa menjadi rem penting atas euforia kekuasaan. Ia bukan menggagalkan mimpi besar bangsa, tetapi justru mengembalikannya ke jalur yang memungkinkan untuk dicapai secara bertahap.

Presiden Prabowo seharusnya tidak melihat koreksi ini sebagai pelemahan wibawa, melainkan peluang untuk membangun kepercayaan publik melalui komunikasi yang jujur, terbuka, dan berbasis data. Realisme, bukan sekadar mimpi, adalah fondasi utama dalam membangun Indonesia ke depan.

Example 300250
Example 120x600

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *