Bandar Lampung,(www.Ampera-News.com)-
Harga singkong dunia sedang tertekan akibat anjloknya permintaan tapioka global, yang berdampak langsung pada industri pengolahan dan petani di dalam negeri, termasuk di Provinsi Lampung.
Di tingkat dunia, permintaan tapioka menurun terutama di sektor kertas dan pangan.
Asosiasi Perdagangan Tapioka Thailand mencatat harga ekspor (FOB Bangkok) turun dari kisaran US$568/ton (awal 2024) menjadi US$405–450/ton (Agustus 2025). Penurunan itu menekan harga singkong petani Lampung.
Di Indonesia, harga singkong juga mengalami tekanan. Pada April 2025, harga di tingkat petani sempat turun hingga Rp1.000–1.100 per kilogram, bahkan dengan pemotongan kualitas (rafaksi) mencapai 40 persen. Pemerintah pusat telah menetapkan harga dasar singkong sebesar Rp1.350/kg untuk melindungi petani, namun kebijakan ini belum sepenuhnya efektif karena fluktuasi pasar dan penyerapan industri yang melemah.
Permintaan tapioka global sendiri menurun terutama dari sektor kertas dan pangan, dua sektor yang selama ini menjadi pengguna terbesar pati singkong. Kondisi ini menyebabkan pabrik-pabrik besar di Asia, termasuk di Thailand dan Vietnam, mengurangi pembelian bahan baku. Dampaknya, industri pengolahan tapioka di Indonesia juga mengalami perlambatan produksi dan kesulitan menyalurkan produknya ke pasar.
Menanggapi situasi tersebut, Pemerintah Provinsi Lampung mengambil langkah strategis dengan memperkuat pola kemitraan antara petani dan industri tapioka. Langkah ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan tata niaga singkong, melindungi petani, sekaligus menjaga daya saing industri pengolahan di tengah tekanan pasar global.
Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Provinsi Lampung, Mulyadi Irsan, saat ditemui awak media menjelaskan, bahwa arahan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menekankan pentingnya kemitraan yang sehat antara petani dan industri pengolahan. Keberhasilan sektor singkong Lampung tidak bisa hanya dilihat dari harga. Hubungan yang kuat dan berkeadilan antara petani dan pabrik merupakan kunci utama agar keduanya bisa tumbuh bersama.
Ia mengakui rantai pasok antara petani, perantara, dan pabrik masih belum seimbang, sehingga posisi tawar petani cenderung lemah. “Industri tapioka belum bisa menjual produknya karena pabrik-pabrik besar menahan penyerapan. Akibatnya, harga singkong di tingkat petani sulit naik,” tambahnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Pemprov Lampung terus mendorong model kemitraan berkeadilan, di mana petani mendapat pendampingan teknis, akses pembiayaan, serta pelatihan budidaya modern. Program ini mencakup penggunaan bibit unggul, teknik pemupukan efisien, peningkatan kadar pati, serta penerapan sistem pertanian berkelanjutan.
Mulyadi juga menyoroti kesenjangan produktivitas antara Lampung dan negara pesaing seperti Thailand serta Vietnam. Kedua negara tersebut telah mampu menekan biaya produksi dan meningkatkan kadar pati singkong, sehingga produk tapioka mereka jauh lebih kompetitif. “Lampung memiliki potensi besar jika didukung teknologi dan manajemen pertanian yang lebih efisien. Kita harus meniru efisiensi produksi mereka untuk menjaga daya saing,” tegasnya.
Menurutnya, formulasi harga yang adil dan transparan sedang disiapkan oleh pemerintah daerah, dengan mempertimbangkan kadar pati, biaya produksi, serta tren harga global. Mulyadi menekankan, kebijakan harga tidak boleh hanya berpihak ke salah satu pihak. “Kalau harga dipaksa naik tanpa dukungan pasar, industri bisa kolaps. Karena itu, keseimbangan antara petani dan pabrik sangat penting agar keduanya sama-sama bertahan,” jelasnya.
Selain memperkuat kemitraan, Pemprov Lampung juga meningkatkan pelatihan dan pendampingan teknis bagi petani singkong agar mampu memenuhi standar kualitas industri dan menjaga kontinuitas pasokan bahan baku. Langkah kolaboratif ini diharapkan mampu memperkuat posisi Lampung sebagai sentra singkong nasional yang berdaya saing tinggi di pasar domestik maupun global.
“Hubungan antara pabrik dan petani harus harmonis dan saling menguntungkan. Dengan kemitraan yang kuat, tata niaga yang sehat, dan dukungan pemerintah yang konsisten, Lampung bisa bertahan menghadapi tekanan harga global,” pungkas Mulyadi Irsan. (Dinas Kominfotik Provinsi Lampung)
“Hrn’”