JAKARTA – ( AmperaNews.com ) – Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf Macan Effendi mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) soal pertanggungjawaban penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam menjalankan tugasnya.
Peringatan tersebut disampaikannya setelah lima orang anggota KPU disanksi peringatan keras akibat penggunaan jet pribadi untuk perjalanan dinas, yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 90 miliar. “Tentu kalau namanya APBN, semua harus dipertanggungjawabkan,” kata Dede saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/10/2025).
Pimpinan KPU diwanti-watinya untuk menggunakan APBN untuk menjalankan tugas, bukan dipakai untuk kepentingan lain. “Fasilitas digunakan untuk memperlancar pekerjaan tugas negara, bukan untuk kegiatan di luar itu,” ujar Dede.
Komisi II, kata Dede, akan memanggil KPU terkait penggunaan jet pribadi yang berujung sanksi peringatan keras dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Setelah masuk (masa) sidang, akan kami tanyakan soal ini juga,” ujar politikus Partai Demokrat itu.
Habiskan Rp 90 Miliar Diketahui, DKPP resmi menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua dan empat anggota KPU. Kelimanya dikenakan sanksi peringatan keras setelah puluhan kali perjalanan dinas menggunakan jet pribadi saat pemilihan umum (Pemilu) 2024. Ketua dan empat Anggota KPU yang naik jet pribadi sewaan tersebut adalah Afifuddin, Idham Holik, Persada Harahap, August Mellaz, dan Yulianto Sudrajat.
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (21/10/2025), anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengungkap bahwa kelima anggota KPU itu melakukan 59 kali perjalanan dinas dengan menggunakan jet pribadi. “Bahwa di antara 59 kali perjalanan menggunakan private jet, tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik,” ujar Ratna.
Dalam 59 kali perjalanan itu, tidak terbukti dalil dari Afifuddin yang menyatakan bahwa penggunaan jet pribadi untuk tujuan distribusi logistik. Ratna menjelaskan, kelima anggota KPU beralasan bahwa penggunaan jet pribadi ditujukan untuk monitoring logistik di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun faktanya, daerah-daerah yang dituju bukan daerah 3T dan memiliki penerbangan komersial dengan jadwal penerbangan yang memadai. Salah satu perjalanan yang diungkap dalam sidang tersebut, jet pribadi pernah digunakan untuk pergi ke Bali dengan agenda monitoring logistik, sortir, dan lipat suara. Selain ke Bali, jet pribadi juga digunakan untuk ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk mengecek masalah perhitungan suara dapil luar negeri yang terjadi.


















