Jakarta – (AmperaNews.com) – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyambut baik pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku. Presiden Prabowo Subianto dinilai telah memberikan kepastian, agar penegak hukum tidak salah langkah, dalam pemberian status justice collaborator.
“Ini (PP Nomor 24 Tahun 2025) sebenarnya menjadi satu penegasan dan bentuk perhatian negara, pemerintah, bahwa terhadap pelaku-pelaku yang bekerja sama tentu bukan menjadi pelaku utama dalam satu tindak pidana,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 24 Juni 2025.
Harli sepakat dengan pemerintah yang akhirnya memutuskan harus ada keringanan bagi justice collaborator. Sebab, pelaku itu tetap bekerja sama dengan penegak hukum, meski melakukan tindak pidana.
Kejagung mengapresiasi keputusan pemerintah yang membuat beleid baru ini. Pemberantasan korupsi di Indonesia diyakini bakal semakin bertaring, ke depannya.
“Perpres ini saya kira sangat tepat, bahwa terkait dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, maka, ini akan menjadi alat pemacu bagi siapa saja katakanlah orang-orang yang terlibat di dalamnya, tetapi, bukan menjadi pelaku utama ini akan mengungkap,” ucap Harli.
Pencarian pelaku utama dalam tindak pidana korupsi juga diyakini semakin mudah, setelah beleid ini terpakai sepenuhnya oleh penegak hukum. Peraturan ini juga dinilai akan membuat orang tidak khawatir memberikan informasi, terkait kejadian korupsi.
“Maka tidak ada lagi keengganan untuk membuka secara terang karena ada garansi, ada jaminan, ada pembedaan terhadap penerapan hukuman yang bisa diberikan kepada mereka,” tegas Harli.
Presiden Prabowo Subianto meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025. Beleid ini mengatur pembebasan bersyarat bagi saksi pelaku.
Aturan baru tersebut menegaskan tersangka, terdakwa atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator), bisa mendapatkan keringanan jika membantu mengungkap tindak pidana dalam kasus yang sama.
Pasal 4 beleid tersebut menyebutkan penghargaan atas kesaksian diberikan dalam bentuk keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi saksi pelaku yang berstatus narapidana.
Selain itu, Pasal 29 ayat (1) menyebut bahwa pembebasan bersyarat hanya diberikan kepada terpidana yang telah mendapatkan penanganan secara khusus. Status itu hanya bisa didapatkan bila terpidana lolos pemeriksaan substantif dan administratif.
Aturan ini juga memberikan kesempatan pada terpidana untuk mendapatkan pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain. Salah satunya, terpidana harus mengajukan permohonan dengan beberapa syarakat ke penyidik, jaksa penuntut umum, dan pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).