Padang – (AmperaNews.com) – Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) Mahyeldi Ansharullah mengatakan pembentukan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) di provinsi itu menjadi solusi legalisasi aktivitas pertambangan sehingga menjadi terkontrol, baik dari sisi ekonomi, legalitas maupun lingkungan.
“Tujuan WPR bukan melegalkan kegiatan yang ilegal, melainkan menertibkan dan memberikan wadah kepada masyarakat lokal untuk menambang secara sah dan memastikan mereka melakukan aktivitas sesuai dengan aspek keselamatan dan lingkungan,” kata Gubernur Mahyeldi di Padang, Kamis (11/9/2025).
WPR adalah wilayah pertambangan yang ditetapkan pemerintah untuk kegiatan usaha pertambangan rakyat, yang dilaksanakan oleh masyarakat lokal atau koperasi melalui izin pertambangan rakyat (IPR).
Saat ini, kata gubernur, Pemprov Sumbar telah mengusulkan ke Kementerian ESDM sebanyak 15 zona WPR dengan 56 blok ke Kementerian ESDM, lokasinya tersebar di enam kabupaten, yakni Kabupaten Solok Selatan, Dharmasraya, Pasaman, Pasaman Barat, Sijunjung dan Solok.
Harapannnya, dengan terbentuknya WPR bisa menjadi solusi bagi kelestarian lingkungan dan ekonomi masyarakat lokal yang selama ini menggantungkan hidupnya dari aktivitas tambang ilegal.
Gubernur menegaskan komitmennya bersama sejumlah pihak terkait dalam mencegah dan menertibkan aktivitas tambang ilegal di provinsi itu. Persoalan tersebut tidak bisa dibiarkan karena selain berdampak negatif bagi lingkungan, juga dapat merugikan masyarakat dan daerah.
“Lingkungan yang rusak akan membawa masalah berkepanjangan. Karena itu, kita tidak boleh diam. Kita harus bergerak bersama, menata dan menertibkan aktivitas pertambangan agar sesuai aturan,” katanya.
Untuk percepatan penertiban tambang ilegal di Sumbar, pihaknya sudah menyurati Kementerian ESDM dan berkomunikasi secara intensif dengan aparat penegak hukum. Sebab, penegakan hukum bukan kewenangan pemerintah daerah, tapi merupakan ranah dari Ditjen Penegakan Hukum Kementerian ESDM dan Kepolisian.
Kepada pihak yang hendak melakukan aktivitas tambang, Mahyeldi mengimbau agar mereka melakukan pengurusan izin sesuai ketentuan yang berlaku.
Kepala Dinas ESDM Sumbar, Helmi Heriyanto mengungkap aktivitas Penambangan Tanpa Izin (PETI) di Sumbar saat ini diperkirakan mencapai 200 hingga 300 titik yang tersebar beberapa daerah.
“Kerugian negara akibat PETI ini diperkirakan mencapai Rp9 triliun. Dampaknya tidak hanya pada aspek material itu saja tapi juga pada lingkungan, area pertanian masyarakat, dan kualitas air sungai, hingga kesehatan warga,” jelas Kadis ESDM itu.
Helmi menyebut berdasarkan hasil diskusi Pemprov dengan seluruh unsur Forkopimda dan sejumlah pihak terkait lainnya, disepakati sejumlah rencana kebijakan, yakni, pembentukan satgas penertiban PETI, percepatan pembentukan WPR dan mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat.