JAKARTA,(www.Ampera-News.com)-Ketua Tim Hukum dan Advokasi DPP GRIB JAYA, Wilson Colling melontarkan kritik keras terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pekanbaru yang dinilai melakukan pembangkangan hukum setelah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan sengketa tanah yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Menurut Wilson, langkah BPN ini tidak hanya menghalangi eksekusi, tetapi juga melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang secara eksplisit membatasi hak pejabat Tata Usaha Negara (TUN) untuk mengajukan PK.
Wilson Colling menjelaskan bahwa sengketa yang ditangani Tim Advokasi Hukum GRIB JAYA melibatkan klien mereka, Masrul, yang memiliki sertifikat sah atas tanah seluas kurang lebih 49 hektar, namun kemudian di atasnya timbul Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT. Hanjaya Mandala Sampoerna yang diterbitkan BPN.
Setelah kliennya kalah di PTUN Pekanbaru dengan alasan kompetensi absolut, mereka berhasil menang di tingkat Banding, yaitu di PTUN Medan. Putusan PTUN Medan secara tegas membatalkan dan mencabut HGB yang tumpang tindih tersebut.
Persoalan muncul ketika putusan PTUN Medan telah memiliki kekuatan hukum tetap karena BPN tidak menggunakan hak hukumnya untuk mengajukan Kasasi.
Klien GRIB JAYA kemudian mengajukan permohonan penetapan eksekusi, bahkan BPN telah ditegur dan Kementerian ATR telah disurati untuk melaksanakan eksekusi tersebut.
Namun, BPN menolak eksekusi dengan dalih akan mengajukan PK. Penolakan ini dikuatkan oleh Penetapan Eksekusi PTUN Pekanbaru Nomor: 13/Pen.Eks/G/2024/PTUN.PBR tertanggal 27 Maret 2025 yang hingga kini diabaikan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota Pekanbaru.
“Pihak BPN melakukan pembangkangan terhadap hukum. Dia tidak mengeksekusi apa yang merupakan perintah undang-undang itu dengan alasan BPN akan mengajukan PK, yang sejatinya sesuai Pasal 66 Peraturan MA, PK tidak menunda eksekusi,” tegas Wilson Colling dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (4/11).
Lebih lanjut, Wilson menyoroti pelanggaran yang lebih mendasar. Menurutnya, hak hukum pejabat TUN, termasuk BPN, dibatasi hanya sampai tingkat Kasasi. Ia merujuk pada Putusan MK Nomor 24 Tahun 2024 yang secara jelas melarang pejabat TUN melakukan PK.
Oleh karena itu, GRIB JAYA menilai PK yang diajukan BPN adalah cacat hukum karena pejabat yang bersangkutan tidak memiliki legal standing untuk melakukannya. Wilson bahkan menyebut Putusan MA Nomor 54/PK/TUN/2025 yang didasarkan pada permohonan PK BPN tersebut sebagai cacat konstitusional.
Wilson mengaku kecewa karena pihak kementerian cenderung menganggap persoalan ini sebagai “urusan internal” mereka, yang menurutnya hanya melindungi oknum birokrasi dan mengindikasikan adanya permainan birokrasi dan mafia tanah.
Untuk melawan manuver hukum dari BPN, GRIB JAYA menyatakan akan mengajukan upaya hukum lanjutan, yakni PK Kedua, dengan argumentasi bahwa PK yang diajukan BPN harus dibatalkan karena tidak memiliki dasar hukum yang sah.
Wilson juga mengungkapkan bahwa sebelum GRIB JAYA masuk, klien mereka bersama pengacara sebelumnya telah melaporkan kasus ini ke KPK atas dugaan adanya indikasi kecurangan, serta kepada Komisi Yudisial dan Komisi II DPR RI, meski hingga kini belum ada tindak lanjut konkret.
Wilson berharap pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai pemberantasan mafia tanah dapat ditindaklanjuti secara serius oleh kementerian, karena ia menilai konflik agraria tidak akan pernah selesai jika oknum birokrasi tidak patuh pada hukum. Wilson bahkan menilai pejabat BPN yang melanggar putusan MK seharusnya dikenakan sanksi pemecatan dan pidana sesuai Undang-Undang Peradilan TUN, karena menghalang-halangi eksekusi putusan yang sudah final.
“Tim”



							














