Jakarta — ( AmperaNews.com ) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Gubernur Riau, Abdul Wahid, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan dan jembatan tahun anggaran 2025.
Abdul Wahid, yang juga merupakan kader Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Pemerintah Provinsi Riau.
Padahal, Abdul baru menjabat sebagai gubernur selama kurang dari sembilan bulan sejak dilantik pada Februari 2025.
Selain Abdul, KPK juga menetapkan dua tersangka lain, yakni Kepala Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau, Muhammad Arief Setiawan, dan tenaga ahli gubernur, Dani M. Nursalam.
Modus Pemerasan: “Jatah Preman Tujuh Batang”
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti melalui pengumpulan bahan keterangan di lapangan.
Tim KPK menemukan adanya dugaan praktik pemerasan berupa permintaan jatah uang oleh Gubernur Abdul Wahid dari pejabat dinas terkait. Istilah yang digunakan dalam praktik tersebut disebut sebagai “jatah preman tujuh batang”, yang mengacu pada nilai sekitar Rp7 miliar.
Dugaan itu semakin kuat setelah pada Mei 2025, tim KPK mendapatkan informasi tentang adanya pertemuan di sebuah kafe di Pekanbaru, yang dihadiri oleh Sekretaris Dinas PUPR-PKPP, Ferry Yunanda, bersama enam kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT). Pertemuan itu diduga menjadi ajang pembahasan pembagian jatah proyek dan setoran kepada pihak tertentu.
KPK: Ini Kasus Keempat Gubernur Riau Terjerat Korupsi
Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Johanis Tanak menyampaikan keprihatinannya atas kasus ini.
“Ini adalah peringatan dan perhatian serius bagi Pemerintah Provinsi Riau maupun provinsi lain terhadap pentingnya perbaikan tata kelola pemerintahan yang komprehensif — baik dari sistem, perilaku aparatur, pengawasan internal, hingga transparansi pengadaan barang dan jasa,” ujar Johanis.
Johanis menambahkan, kasus ini menjadi kali keempat gubernur Riau terjerat tindak pidana korupsi, menandakan perlunya reformasi serius dalam sistem pengawasan dan integritas pejabat publik di daerah tersebut.


















