Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Uncategorized

Semangat Sumpah Pemuda Jadi Inspirasi Wujudkan Kedaulatan Arsip Indonesia

6
×

Semangat Sumpah Pemuda Jadi Inspirasi Wujudkan Kedaulatan Arsip Indonesia

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Jakarta  – (AmperaNews.com) – Peringatan Hari Sumpah Pemuda setiap 28 Oktober, bukan sekadar seremoni sejarah. Peringatan ini harus menjadi momentum reflektif bagi bangsa Indonesia, terutama generasi muda, untuk meneguhkan kembali semangat kebangsaan, persatuan, dan tanggung jawab terhadap warisan sejarah bangsa.

Sumpah Pemuda 1928 lahir dari kesadaran kolektif generasi muda akan pentingnya identitas bersama di tengah keberagaman. Tiga ikrar Sumpah Pemuda, bertumpah darah satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan, menjadi simbol kematangan berpikir para pemuda pada masa itu.

Example 300x600

Di tengah derasnya arus globalisasi informasi dan perubahan cara manusia menyimpan pengetahuan, bangsa ini menghadapi tantangan baru, yakni krisis memori kolektif. Arsip sebagai sumber ingatan bangsa sering kali terabaikan, bahkan terancam hilang karena lemahnya sistem pengelolaan dan kesadaran terhadap pentingnya kearsipan.

Kasus belum diserahkannya arsip Pemilihan Presiden 2014 dan 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menjadi cermin nyata upaya menyelesaikan masalah struktural tersebut. Arsip bukanlah sekadar dokumen administratif, melainkan bukti autentik perjalanan bangsa, sumber legitimasi hukum, dan penopang akuntabilitas publik nasional.

Hilangnya arsip berarti hilangnya sebagian dari ingatan bangsa. Dalam konteks inilah, nilai-nilai Sumpah Pemuda perlu dihidupkan kembali sebagai dasar moral dan filosofis untuk menegakkan kedaulatan arsip nasional yang kuat dan berdaulat.

Kedaulatan arsip

Sumpah Pemuda mengandung tiga nilai utama: persatuan, identitas, dan kesadaran atas keberagaman. Ketiganya dapat ditafsirkan secara kontekstual dan memiliki hubungan erat dengan isu kedaulatan arsip di era modern, saat ini.

Pertama, “Satu Nusa” adalah wujud kedaulatan wilayah informasi dan arsip. Ikrar “bertumpah darah satu, tanah air Indonesia” bukan hanya menegaskan batas geografis, tetapi juga menuntut kedaulatan atas seluruh ruang kehidupan bangsa, termasuk ruang digital dan arsip nasional yang strategis.

Dalam konteks modern, “tanah air” mencakup ruang siber tempat data dan arsip disimpan. Dalam konteks kearsipan, Tanah Air Indonesia harus dapat dibuktikan dengan arsip batas wilayah yang sah dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Ketika lembaga negara atau institusi publik menyimpan arsip digital di server asing atau tidak menyerahkan arsip statis ke ANRI, hal itu sesungguhnya merupakan indikasi tergerusnya kedaulatan arsip. Kedaulatan arsip berarti memastikan bahwa seluruh data dan dokumen penting negara tersimpan aman, dikelola sesuai standar nasional, dan berada di bawah otoritas bangsa sendiri, tanpa campur tangan asing.

Kedua, “Satu Bangsa” sebagai wujud identitas kolektif melalui memori nasional. Sumpah “berbangsa satu, bangsa Indonesia” menegaskan pentingnya identitas kolektif. Dalam dunia kearsipan, arsip adalah refleksi identitas itu sendiri yang tidak dapat digantikan.

Arsip menyimpan memori perjuangan, kebijakan, hingga dinamika sosial yang membentuk karakter bangsa. Hilangnya arsip berarti terputusnya rantai sejarah dan identitas nasional. Tanpa arsip, generasi mendatang kehilangan kemampuan untuk memahami masa lalunya secara utuh dan menyeluruh.

Karena itu, penyerahan arsip penting pemerintahan ke ANRI bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga tindakan nasionalistik, menjaga jati diri bangsa melalui pelestarian memori kolektif yang berkelanjutan.

Ketiga, “Satu Bahasa” dapat dimaknai sebagai standardisasi dan interoperabilitas arsip. Ikrar ini, sekaligus menjadi simbol kesatuan sistem komunikasi. Dalam dunia kearsipan, bahasa persatuan dapat diartikan sebagai standardisasi metadata, sistem informasi, dan tata kelola arsip resmi pemerintahan yang seragam.

Tanpa sistem penciptaan arsip dengan bahasa Indonesia yang seragam, arsip akan memiliki banyak makna, sulit diakses, dan rawan kehilangan makna aslinya. Oleh karena itu, dalam konteks kearsipan, penguatan regulasi dan penggunaan standar nasional kearsipan, metadata, serta integrasi sistem e-arsip nasional menjadi bentuk nyata dari semangat “berbahasa satu” yang sesungguhnya.

Wujud baru nasionalisme

Kedaulatan arsip tidak hanya berbicara tentang penyimpanan dokumen, tetapi tentang penguasaan pengetahuan dan kendali atas memori bangsa. Dalam dunia yang semakin bergantung pada data, arsip menjadi sumber kekuasaan baru yang harus dijaga.

Negara yang kehilangan arsipnya, kehilangan kendali atas sejarah dan arah masa depannya. Kasus belum diserahkannya arsip Pemilu 2014 dan 2019 ke ANRI menandakan perlunya penguatan kesadaran institusional terhadap peran arsip sebagai alat kontrol publik dan bahan pertanggungjawaban demokrasi yang transparan.

Arsip pemilu memiliki nilai sejarah dan hukum yang tinggi. Arsip ini menjadi bukti bagaimana bangsa ini menjalankan kedaulatan rakyat. Ketika arsip tersebut tidak segera diselamatkan, maka bangsa berisiko menjadi “negara tanpa ingatan” yang kehilangan jati dirinya.

Kedaulatan arsip juga berkaitan erat dengan kedaulatan data. Ketergantungan pada infrastruktur digital asing menimbulkan risiko penguasaan eksternal atas data publik Indonesia. Maka, semangat Sumpah Pemuda perlu diterjemahkan dalam bentuk kebijakan kearsipan digital nasional, termasuk penguatan lembaga kearsipan nasional dan kebijakan kedaulatan kearsipan digital yang berpihak pada kepentingan bangsa Indonesia.

Strategi konkret

Menghidupkan kembali nilai-nilai Sumpah Pemuda dalam bidang kearsipan dapat dilakukan melalui beberapa strategi konkret yang dapat segera diimplementasikan.

Pertama, integrasi nilai kebangsaan dalam pendidikan kearsipan, baik di sekolah maupun perguruan tinggi, agar generasi muda memahami arsip sebagai bagian dari identitas nasional yang harus dijaga dan dilestarikan dengan penuh tanggung jawab.

Kedua, kolaborasi lintas lembaga antara ANRI dengan semua lembaga penyelenggara negara/pemerintah, serta pemerintah daerah untuk memperkuat budaya sadar arsip di seluruh tingkatan birokrasi pemerintahan.

Ketiga, digitalisasi berbasis kedaulatan, yaitu memastikan bahwa arsip digital tersimpan pada infrastruktur nasional yang aman dan berdaulat, bebas dari intervensi pihak asing yang dapat mengancam kedaulatan bangsa.

Keempat, gerakan publik “Sadar Arsip” yang menempatkan arsip bukan sebagai beban birokrasi, tetapi sebagai kebanggaan nasional, sebagaimana para pemuda pada 1928 menempatkan persatuan sebagai kehormatan bangsa yang paling tinggi nilainya.

 

Komitmen baru

Sumpah Pemuda bukan hanya kenangan historis, melainkan pedoman moral yang terus relevan bagi pembangunan bangsa. Di tengah ancaman disinformasi, degradasi memori, dan kolonialisasi digital, kedaulatan arsip adalah bentuk baru dari perjuangan kebangsaan yang harus terus diperjuangkan oleh seluruh komponen bangsa.

Menjaga arsip berarti menjaga ingatan bangsa. Menegakkan kedaulatan arsip berarti memastikan bahwa sejarah, data, dan pengetahuan Indonesia tetap berada di tangan anak bangsa sendiri, bukan dikuasai oleh pihak asing yang memiliki kepentingan berbeda.

Jika para pemuda 1928 bersatu untuk mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa, maka generasi kini perlu bersatu untuk mengikrarkan satu komitmen baru yang tidak kalah pentingnya: “Satu Data, Satu Kedaulatan, Satu Martabat.”

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *