Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Uncategorized

LPSK Gandeng OJK dan PPATK Perkuat Pengawasan Dana Bantuan Korban

3
×

LPSK Gandeng OJK dan PPATK Perkuat Pengawasan Dana Bantuan Korban

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Bandung, Jawa Barat – (AmperaNews.com) – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban melibatkan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK dalam mengawasi lembaga dana bantuan korban, yang akan segera dibentuk setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2025 tentang DBK.

Dalam media gathering di Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11) malam, Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Wawan Fahrudin menjelaskan pelibatan OJK dan PPATK diperlukan untuk mencegah dana bantuan korban menjadi modus baru untuk memutar “uang kotor” atau melakukan pencucian (money laundering) dari para pelaku tindak pidana.

Example 300x600

“Karena ini ada peluang untuk pasti ke sana juga,” ungkap Wawan.

Dengan demikian, pada aspek pengawasan tersebut, LPSK sedang membahasnya bersama kementerian/lembaga terkait guna mengonstruksikan lembaga pengelola dana bantuan korban ke depan.

Dalam konteks tata kelola pendanaan pemulihan korban, LPSK memandang penting adanya penguatan kelembagaan yang berfokus khusus pada pengelolaan dana pemulihan.

Wawan mengatakan bahwa wacana tersebut sejalan dengan pandangan sejumlah ahli dan praktisi hukum, termasuk rekomendasi yang berkembang di lingkungan pembuat kebijakan.

Ia menambahkan gagasan utamanya dengan membentuk lembaga pengelola dana independen, entitas yang berada di luar lembaga layanan maupun aparat penegak hukum, tetapi tetap berada di bawah pengawasan negara.

Lembaga tersebut akan berperan sebagai pengelola dana abadi atau dana bantuan korban dengan fungsi utama menyalurkan pembiayaan pemulihan bagi korban tindak pidana secara profesional, transparan, dan berkelanjutan.

Dalam penjelasan yang berkembang di kalangan praktisi, termasuk dari LPSK, lembaga pengelola yang independen dibutuhkan agar fungsi layanan dan fungsi pengelolaan dana tidak bercampur.

Sebab, kata Wawan, LPSK sebagai lembaga yang memberikan layanan kepada saksi dan korban harus tetap fokus pada pemenuhan hak dan perlindungan, sementara pengelolaan dana dapat dilakukan oleh entitas khusus yang memiliki mandat fiskal dan teknis.

Model lembaga semacam itu dapat meniru skema Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) di bawah Kementerian Keuangan atau Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) di bawah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas.

“Keduanya merupakan contoh badan pengelola dana abadi yang bekerja dengan prinsip independensi, akuntabilitas, dan tata kelola yang transparan,” ujar Wawan.

Menurut dia, pendekatan dana bantuan korban juga menjawab kekhawatiran mengenai potensi tumpang tindih kewenangan apabila dana abadi korban dikelola langsung oleh lembaga layanan seperti LPSK.

Dengan lembaga pengelola yang berdiri sendiri, dana bantuan korban dapat diakses tidak hanya untuk korban kekerasan seksual, tetapi juga bagi kelompok korban tindak pidana lain yang membutuhkan pemulihan sesuai mandat undang-undang.

Untuk itu, disebutkan bahwa gagasan lembaga independen pengelola dana pemulihan menjadi bagian dari arah kebijakan jangka panjang untuk memperkuat sistem perlindungan korban di Indonesia.

Dengan desain kelembagaan yang tepat, negara dapat memastikan keberlanjutan pendanaan pemulihan korban tanpa bergantung pada fluktuasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau hibah jangka pendek.

“Lebih dari itu, mekanisme pengelolaan dana secara independen akan menegaskan bahwa pemulihan korban bukan semata urusan hukum, tetapi juga urusan kemanusiaan dan tanggung jawab negara,” tambahnya.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *