AMPERANEWS.COM – Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah atau yang akrab disapa Dek Fadh, menyapa para sopir truk berpelat luar Aceh saat melintas di puncak Gunung Gurutee, Kabupaten Aceh Jaya, Sabtu (4/10/2025). Momen ini terjadi ketika Dek Fadh tengah beristirahat usai touring sepeda motor dari Banda Aceh bersama Kapolda Aceh, Marzuki Ali Basyah. Dalam kesempatan itu, dua sopir truk berpelat luar Aceh, yakni pelat BK dan BA, sempat disapa langsung oleh Wakil Gubernur.
Karena kondisi jalan yang macet, kendaraan mereka melambat sehingga memungkinkan Dek Fadh menghampiri. Dengan ramah, ia menanyakan kabar para sopir. “Sudah makan, belum?” sapa Dek Fadh sambil tersenyum. Tak hanya menyapa, Wakil Gubernur juga memberikan uang saku untuk makan siang kepada para sopir tersebut. “Ini untuk makan siang ya,” katanya.
Mengapa Wagub Menyapa Sopir Truk Berpelat Luar Aceh? Aksi ini dilakukan sebagai bentuk perhatian terhadap para sopir truk luar daerah yang sering melintas di wilayah Aceh. Dalam dialog santai itu, Dek Fadh juga memastikan kondisi keamanan mereka selama berkendara di Aceh. “Aman kan di Aceh? Nggak ada yang setop untuk ganti pelat, kan?” tanya Wagub. Para sopir pun menjawab dengan tenang, “Aman, Pak!”
Sikap ini sekaligus menjadi respons positif atas isu-isu yang sempat muncul terkait pelat kendaraan luar daerah di Aceh. Pemerintah Aceh menegaskan bahwa semua kendaraan, baik dari dalam maupun luar provinsi, memiliki hak yang sama di jalanan tanpa perlu khawatir akan intimidasi.
Apa Tujuan Touring Dek Fadh Bersama Kapolda Aceh? Rombongan touring yang berangkat dari Banda Aceh sekitar pukul 07.30 WIB itu menempuh perjalanan sekitar tiga jam melewati jalur lintas Banda Aceh-Meulaboh. Dalam perjalanan, mereka juga menyempatkan diri mampir di Gampong Umong Seuribee, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, untuk meninjau lokasi budidaya tanaman nilam. Lokasi tersebut merupakan kebun milik kelompok Nilam Lhoong Aceh Sejahtera (Nilas) yang dikelola oleh Koperasi Nilas.
Ketua koperasi, Faisal, menjelaskan bahwa total area kebun mencapai 20 hektar. Setiap hektar mampu menghasilkan 100 hingga 150 kilogram minyak nilam yang dijual ke PT U Green di Banda Aceh sebelum diekspor ke Prancis sebagai bahan baku parfum merek Chanel. “Per hektar kami membutuhkan modal sekitar Rp 40-50 juta. Tapi harga minyak nilam sangat fluktuatif, saat ini turun ke Rp 700 ribu per kilogram. Dengan harga segitu, petani hanya mendapat sedikit keuntungan,” jelas Faisal.
Bagaimana Tanggapan Wagub Atas Keluhan Petani Nilam? Menanggapi keluhan tersebut, Dek Fadh berjanji akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar ditetapkan harga standar minimal untuk minyak nilam Aceh. “Salah satu nilam terbaik dunia adalah dari Aceh. Saya harap para petani tetap semangat menanam. Kami akan mencari solusi agar harga tidak merugikan,” ujarnya. Ia juga menyebutkan bahwa keberadaan 80 ribu koperasi desa merah putih yang digagas Presiden Prabowo dapat membantu menstabilkan harga produk pertanian.
Koperasi ini akan menampung hasil produksi petani dengan harga yang lebih adil dan seragam di seluruh Indonesia. Selain itu, Wagub menawarkan akses pembiayaan perbankan agar petani memiliki modal yang cukup. Ia berharap pengembangan nilam tidak berhenti di tingkat bahan baku, tetapi terus didorong hingga tahap hilirisasi.
“Dulu kita hanya jual daun, sekarang sudah bisa disuling jadi minyak. Ke depan, Aceh harus mampu mengolah sendiri minyak nilam menjadi parfum atau produk turunan lain agar nilainya semakin tinggi,” pungkasnya. Pemerintah Aceh memastikan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pertanian unggulan seperti nilam, serta jaminan rasa aman bagi para pelaku usaha dan sopir dari luar daerah yang beraktivitas di wilayah Aceh.